Senin, 27 Mei 2013

BYPASS MAMMINASATA LEWATI MAROS 21 KILOMETER


Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) mulai fokus membebaskan lahan proyek Bypass Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar (Mamminasata) tahun ini.

Untuk Kabupaten Maros sepanjang 21 kilometer (km), Kabupaten Gowa sejauh 22 km, sisanya Takalar sejauh 5 kilometer. Sementara lebar jalan mencapai 40 meter.

Kepala Dinas Bina Marga Sulsel Abd Latief, mengungkapkan, dalam proses tersebut, pihaknya meminta kerjasama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros untuk mengidentifikasi lahan yang ingin dibebaskan. Serta menyiapkan penentuan harga ganti rugi lahan untuk dua tahap yakni menghubungkan Kabupaten Maros dengan Gowa, serta antara Kabupaten Gowa dengan Takalar.

“Kami memang fokus pada tahap pembebasan lahan. Kita minta kabupaten menyiapkan penetapan harga lahan, yang penting saat ini untuk jalur Maros ke Gowa, “katanya, jumat (1/3/2013) pekan lalu di Makassar.

Ditambahkannya, Dinas Bina Marga Telah merampung pengerjaan detail engineering design (DED) sehingga tahun ini hanya fokus untuk pembebasan lahan milik warga. Jalan baru sepanjang 83 kilometer ini merupakan jalur bebas hambatan, tanpa adanya permukiman pendudukan dan pedagang disepanjang lokasi.

Bypass ini, nantinya juga menjadi tumpuan untuk mengurangi kemacetan kendaraan diKota Makassar. Untuk membangun jalan ini, dipikirkan menghabiskan anggaran Rp 850 miliar.

Rancangan awal, pembebasan lahan dan fisik akan dimulai dengan membangun jalan dari Kecamatan Maros Baru melewati Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Kemudian dilanjutkan di Kecamatan Pattalassang dan berakhir diKecamatan Galesong di Kabupaten Gowa. (BKM/MIC-2)

Senin, 13 Mei 2013

PANDANGAN KE DEPAN UNTUK MEWUJUDKAN MAMMINASATA TERCINTA

Oleh: Sri Wedary Harahap
Untuk menentukan sikap bagi para pengelola Mamminasata, ada baiknya kita bertanya pada diri kita sendiri. Pertama, apakah Mamminasata akan tetap  jalan di tempat tanpa ada peningkatan. Kedua, apakah Mamminasata akan bergegas maju berkembang seperti yang dicita- citakan oleh kita semua.
Tentu, kita yakin pengelola Mamminasata pasti memilih Mamminasata segera bergegas maju berkembang. Apa yang harus kita ragukan lagi untuk bergerak dan bertindak, sudah ada perangkat yang kuat untuk dipedomani dalam melaksanakan pembangunan di Mamminasata. Undang- Undang No.26 tahun 2007 sudah kita miliki yang merupakan landasan ukum penataan ruang. Pedoman operasional untuk pelaksanaan Undang- Undang No.26 tahun 2007 sudah tersedia, yaituPeraturan Presiden No.15 tahun 2010 an, Peraturan Presiden No.55 tahun 2011 tentang perencanaan tata ruang kawasan perkotaan Mamminasata*. Sumber daya manusia Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan Mamminasata Sulsel dibina oleh JICA Mamminasata yangb juga dilengkapi dengan manual- manual pnyelenggaraan penataan ruang. Sekarang tinggal bagaimana kita selaku pengelola Mamminasata memanfaatkan perangkat tersebut untuk membangun Mamminasata yang kita cintai, dan jangan hanya diam terpaku dengan mimpi- mimpi indah saja.”Spirit, no pain no again”
Bebicara pengelola Mamminasata, kembali kita bertanya lagi, siapa dia?
Dalam Peraturan Presiden No.55 tahun 2011 pasal 141 ayat 2 menyatakan bahwa ada tiga kewenangan yang mengelola Mamminasata secara terpadu sesuai kewenangannya masing- masing yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan, dan pemerintah kabupaten/ kota se- wilayah Mamminasata. Pemerintah pusat sudah mengimplementasikannya pada tahun 2011 lalu dengan membentuk satuan kerja non vertikal yang di delegasikan kepada UPTD Mamminasata. Kegiatan yang dilakukan berupa Penyusunan Rencana Progaram Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Mamminasata, Sosialisasi Peraturan Presiden No.55 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mamminasata, Identifikasi dan Analisis Konflik Perizinan Skala Besar, dan Percepatan RTRW kabupaten/ kota se- Mamminasata. Selanjutannya di tahun- tahun mendatang pemerintah pusat diharapkan dapat mengembangkan sayapnya di Mamminasata lebih “greget” lagi. Sebagian contoh, apakah mungkin pemerintah pusat membentuk “Balai Besar Mamminasata”. Segala unsur ke –PU-an terintegrasi didalam “Balai Besar Mamminasata” untuk implementasi fisik, dan bahkan nantinya dilengkapi lagi unsur- unsur infrastruktur lainnya, seperti perhubungan, energi dan telekomunikasi.
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dalam menyikapi pembangunan di Mamminasata, sejak dulu telah melaksanakanya. Mulai tahun 2003 dengan disahkannya Perda no. 10 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata telah membentuk Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan Mamminasata  (BKSPMM) yang dikuatkan dengan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai badan koordinasi. Pada tahap awal BKSPMM memprakarsai ke pemerintah pusat agar RTR Kawasan Metropolitan Mamminasata  Mamminasata yang menghasilakn “action plan”. Sampai dengan saat ini kegiatan BKSPMM yang telah dicapai adalah berupa: melaksanakan koordinasi monitoring, melaksanakan sosialisasi peraturan perundang-  Undangan penataan ruang, melatih aparat pemerintah kabupaten/ kota tentang penyelenggaraan penataan ruang, memberikan masukan kepada UPTD Mamminasata dalam menjelaskan izin prinsip provinsi Sulawesi Selatan, mengikuti pelatihan TOT, manajemen perkotaan Mamminasata dan pelatihan manajemen perkotaan yang diselenggarakan oleh JICA Mamminasata, dan bersama JICA Mamminasata telah mewujudkan manual- manual penyelenggaraan penataan ruang Mamminasata.
Kedepan diharapkan BKSPMM akan lebih “menggigit” lagi keberadaannya. Untuk itu, mari kita sama- sama memberi masukan peran apa lagi yang harus diemban oleh BKSPMM agar dapat memajukan perkembangan Mamminasata. Ada dua peran yang dapat dilakoni oleh BKSPMM:
  • Pertama, mengexpose/ promosi potensi Mamminasata untuk dalam dan luar negeri oleh ketua BKSPMM  atau para bupati/ walikota se- Mamminasata , agar para investor mau berinvestasi di kawasan perkotaan Mamminasata. Untuk kegiatan ini mungkin dapat diusulkan sumber dananya berasal dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi Sulawesi Selatan.
  • Kedua, mengusulkan rencana-rencana tata ruang bersifat lintas yang dapat memberikan dampak positif “multiplier Effect” di kawasan perkotaan Mamminasata kepada UPTD Mamminasata atau ke pusat. Sebelum diusulakn BKSPMM harus mempromosikan terlebih dahulu kepada pemerintah kabupaten/kota se- Mamminasata.  Agar terwujud suatu keputusan bersama. Contoh, usulan rencana tata ruang pariwisata yang terpadu pada kawasan perkotaan Mamminasata. Rencana ini akan memberikan “multiple effect”, seperti pembangunan hotel, jasa perjalanan, restaurant, dsb. Yang kesemuanya ini akan memberikan kesejahteraan masyarakat Mamminasata khususnya dan Sulawesi Selatan umumnya.
Tahun 2009 pemerintah provinsi Sulawesi Selatan membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Mamminasata yang berada dalam lingkup Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan.
UPTD Mamminasata berfungsi sebagai pelaksanaoperasional kegiatan Mamminasata. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan sesuai tupoksi yang dimiiki, seperti mengeluarkan izin prinsip yang bersifat lintas di lingkup kawasan perkotaan Mamminasata, sosialisasi peraturan perundang- undangan, membuat MOU untuk kota baru Mamminasata, menyusun DED penghijauan Mamminasata, menyusun RIS prasarana perkotaan Mamminasata dan lain sebagainya.
Di masa mendatang peran UPTD Mamminasata diharapkan dapat lebih maju lagi, seperti RIS yang telah disusun pada kawasan Mamminasata sekaligus ditindak lanjuti dengan pembangunan fisiknya, sehingga lebih terasa manfaatnya.
Pemerintah kabupaten/kota se-Mamminasata dalam keikutsertaannya alam pembangunan Mamminasata dapat terlihat dari secara hampir bersamaan merevisi kembali RTRW kabupaten/kota masing- masing untuk disesuaikan dengan Undang- Undang no.26 tahun 2007 dan Peraturan Presiden No.55 tahun 2011. Dalam melaksanakan pembangunan yang bersifat lintas kabupaten/kota, pada umumnya pemerintah kabupaten/ kota mulai melaksanakan permohonan izin prinsip pada pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota se-Mamminasatadi bawah kontrol pemerintah provinsi Sulawesi Selatan.
Untuk percepatan pembangunak fisik pada kawasan perkotaan Mamminasata, diharapkan pemerintah kabupaten/ kota se-Mamminasata antusias melakukan upaya seperti pembebasan lahan untuk pembangunan jalan bypass Mamminasata, jalan lingkar tengah, jalan terusan Abdullah Dg.Sirua dan merangkul developer dalam maupun luar negeri untuk membangun permukiman di kota baru, pembangunan agro- industri maupun kawasan maritim. Semoga dengan kiat-kiat ini Mamminasata dapat terwujud menjadi kenyataan yang kita dambakan, amin.

Minggu, 12 Mei 2013

SIGNING OF JAPANESE ODA LOAN WITH REPUBLIC OF INDONESIA


Support toward an Improved Urban Environment

1. On March 30 , the Japan International Cooperation Agency signed an agreement with the Republic of Indonesia for up to 3.543 billion yen for the Regional Solid Waste Management for Mamminasata, South Sulawesi Project . The project composes the 113.944 billion yen in Japanese ODA loans concluded through an exchange of notes between the Japanese and Indonesian governments in 2009.
2. Under this project, a finall disposal site will be created in the Mamminasata area of South Sulawesi Province. A regional waste management system such as used by local governments in Japan will be implemented such that local Indonesian municipalities will collaboratively handle the waste disposal process, appropriately and sanitarily collecting and disposing waste generated in their districts. This will improve the lives of residents, providing a more sanitary environment, as well as better preserving the environment and strengthening the administrative capacity of regional governments. The loan funds will be allocated to civil works such as the construction of the final disposal site and a transfer station in Makassar as well as consulting services for general project management, detailed design review, tender assistance, construction supervision and environmental monitoring.
3. In 2007, Indonesia recorded its highest economic growth rate since the Asian economic crisis at 6.3 percent. That was due to increased personal consumption and exports, though the country subsequently entered a deceleration trend as a result of the global economic and financial crisis in fall 2008. While the pace of the recovery was sluggish in 2009, growth reached 4.5 percent growth, and the economy is expected to be on the road to recovery with a growth rate of at least 6 percent next year. With such economic growth, the amount of waste produced has been rapidly increasing. Because there are not adequate sanitary disposal facilities, however, many cities resort to landfill disposal without proper land cover or leachate treatment. Furthermore, the administrative capacity for waste management is insufficient, so that only nine percent of the garbage generated is collected and transported to disposal sites by garbage collection trucks, which results in residents illegally dumping waste in many places. Serious environmental and sanitation problems have developed from this, making improvement to waste management a critical issue.
4. Improving waste management has been set as a natural environmental goal by the Indonesian government, and an issue that has been raised is preventing the pollution and degradation of the natural environment that accompany the maturing society and higher population density of Indonesia. Citizen participation in garbage separation as well as 3R activities—reduce reuse and recycle—are also being promoted. The government has also established a policy of closing by 2013 final disposal sites where land cover and leachate treatment are not carried out, and a policy of promoting proper waste treatment by creating sanitary landfills and instituting a regional waste management system for a number of municipalities.
5. The Mamminasata urban area, whose core city of Makassar is also the capital of South Sulawesi Province, is the target region for this project. In addition to furthering development in South Sulawesi Province, the project will target the economy, industry and transportation on Sulawesi Island in general as well as eastern Indonesia for development. In this region, the collection and treatment of the increasing amount of waste is not being carried out properly, resulting in waste scattered in rivers and canals and on streets that poses serious environmental and sanitation issues. In this urban region, the existing final disposal sites are expected to surpass its maximum capacity in about five years. To ensure land to construct a new disposal site, a waste management system must be constructed for the region as a whole while decreasing the amount of waste produced.
6. This project will adopt Japanese-style semi-aerobic landfill treatment [1] and a regional waste management system to support a model structure for waste management. The Indonesian government has established this project as a model case for regional waste management in the nation’s metropolitan regions, and intends to apply this model to other regional urban areas. JICA is to also provide technical cooperation to promote sustained economic growth and urban environment improvement.
·      [1] With semi-aerobic landfill, leachate collection pipes are provided at the bottom of the landfill to prevent leachate from passing underground while also circulating air to promote decomposition. This system curbs the generation of methane gas.
Reference
1. Term and Amount of Loan
Project Name
Amount (Mil. Yen)
Interest Rate (% per annum)
Repayment Period/Grace Period (years)
Procurement
Project
Consulting services
Reginal Solid Waste Management for Mamminasata, South Sulawesi
3,543
0.65
0.01
40/10
Untied
Note: The project is a waste disposal project that will contribute toward preventing pollution, preferential conditions apply.

MAMMINASATA MOVES AHEAD WITH REGIONAL SOLID WASTE DEVELOPMENT


The Government of Indonesia (GoI) is taking steps to improve solid waste management by requiring regional governments to comply with Law no. 18/2008 on waste management. As part of its efforts, it has selected the Mamminasata Metropolitan Area (which encompasses Makassar City and the regencies of Maros, Gowa and Takalar) for a pilot project to develop a regional sanitary landfill. This metropolitan area is a driver for growth, not only for Sulawesi but for the whole of Eastern Indonesia in terms of industry, transportation, and trade. However, due to the lack of adequate solid waste management systems, it is facing serious environmental and sanitation issues, including increasing levels of illegal waste dumping into rivers, canals, and roads. For sustainable development in the region, the establishment of a sanitary landfill (tempat pemrosesan akhir, or TPA) is critical.
In support of this process, the AusAID funded Indonesia Infrastructure Initiative assisted the Directorate General of Human Settlements (DGHS) to prepare a Detailed Engineering Design (DED) for the TPA. The objective of the DED is to develop an integrated solid waste management facility that provides environmental protection – in particular to surface water, groundwater, and air quality – while employing cost-effective technologies.
The development of the DED has prepared DGHS to initiate the physical construction of the TPA with loan assistance from the Japan International Cooperation Agency (JICA). The Mamminasata project is currently in the pre-qualification stage of the tender process for the construction of the landfill site.
The successful completion of the Mamminasata project will encourage the central government and other provincial governments to work in coordination to establish solid waste management systems in various regions to improve sanitation facilities and provide a better quality of life for citizens in Indonesia. 

Selasa, 07 Mei 2013

PEMKOT - PEMPROV SALING LEMPAR TANGGUNG JAWAB

Ilham: Truk 30 Ton Injak Kepala Orang

MAKASSAR, TRIBUN - Pengaturan operasional truk-truk pengangkut material bangunan roda atau rembang enam dan 10 di Makassar dan daerah tetangga, Gowa dan Maros belum menghasilkan titik temu. Masing-masing pemerintah daerah tetap pada aturannya sendiri dan belum diintegrasikan dengan daerah lain. Pemprov Sulsel selaku koordinator angkat tangan.

Masalah ditimbulkan sebagai dampak operasional truk yang tak terkendali telah dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan RI, Suroyo Alimoeso saat berkunjung di balai Kota Makassar, Selasa (7/5). Suroyo meminta masalah ini ditangani Dinas Perhubungan Sulsel.

"Nanti Dinas Perhubungan Sulsel koordinasikan," kata Suroyo. Masalah operasional truk menjadi masalah di tiga daerah. Menurut Masing-masing pemerintah daerah tetap pada aturannya sendiri dan belum diintegrasikan dengan daerah lain. Suroyo tak boleh hanya satu daerah bertanggung jawab dalam penanganannya lantaran lintas daerah.

Sebaliknya dinas perhubungan enggan mengambil alih masalah ini dengan alasan masalah muncul dari Makassar dan harus diselesaikan sendiri oleh Pemkot Makassar. Namun, pemkot mempertanyakan tanggung jawab dan fungsi koordinasi dinas perhubungan dan Pemprov Sulsel.

"Kami hanya menunggu undangan untuk rapat koordinasi dari pemkot. Kan, Makassar yang mempersoalkan,"tutur Kepala Dinas Perhubungan Sulsel, Masykur A Sulthan. Pemkot mempersoalkan sikap dinas perhubungan lantaran sebelumnya berulang kali diundang rapat koordinasi, namun tak seorang pun perwakilan hadir.

Pemkot Makassar menginginkan truk tak beroperasi pada siang hari sebab arus lalu lintas sangat padat. Sementara Pemkab Gowa tak menginginkan truk beroperasi pada malam hari.

Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin melaporkan kepada direktur jenderal bahwa truk telah menjadi "mesin pembunuh" baru di Makassar.

Belasan nyawa terenggut dijalan akibat liarnya truk. "Truk berbobot sampai 30 ton injak kepalanya orang,"ujar Ilham.

Data dikumpulkan Tribun, pada tahun 2012 sebanyak tujuh warga diMakassar dan Gowa tewas digilas truk bertonase besar pengangkut material bangunan. (edi)

Dicopy dari Tribun Makassar Rabu, 8 Mei 2013

HARGA TANAH Rp 20 JUTA SEMETER

TINGGINYA harga tanah di Makassar menghambat pertumbuhan jalan. Pemerintah Kota Makassar masih setengah mati untuk membeaskan lahan guna pembangunan jalan. Pemerintah masih berfikir keras untuk mencarikan solusi meningkatkan pertumbuhan jalan.

Dalam diskusi dengan Direktorat Jenderal Pertumbuhan Darat Kementerian Perhubungan RI, Suroyo Alimoeso, Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin mengatakan, harga tanah di Makassar yang akan dibebaskan untuk pembangunan jalan Rp 20 juta permeter.

Mengutip dari survei Litbang Kompas, Ilham mengatakan pula, harga tanah itu sama dengan harga tanah di jakarta.

"Saya sudah diskusi dengan PT Nusantara Infrastructure, harga tanah di (J,klyualan) AP Pettarani (Makassar) Rp 20 juta per meter, "kata Ilham dalam diskusi diruang kerjanya, kemarin.

Solusi lain di tengah mahalnya harga tanah yang harus dilebarkan adalah pembangunan jalan layang. (edi)

Dicopy dari Tribun Makassar Rabu, 8 Mei 2013

Senin, 06 Mei 2013

KEMACETAN KOTA MAKASSAR

Kemacetan yang terjadi di Kota Makassar bukanlah suatu hal yang jarang terjadi. Tidak heran ketika  topik perbincangan masyarakat saat ini adalah kemacetan.

Ada beberapa titik kemacetan yang sering ditemui dikota makassar diantaranya, Daya, Perintis Kemerdekaan, Antang, Abdullah DaengSirua, Borong Raya, Pettarani, Boulevard, Pengayoman, Urip Sumaharjo, Ahmad Yani, Sultan Alauddin, Samratulangi, dan Cendrawasi.

Beberapa kemacetan yang terjadi itu disebabkan kurangnya sarana dan prasarana jalan, meningkatnya intensitas kendaraan, kurangnya kesadaran berkendaraan terhadap pengendara.

Untuk mengatasi kemacetan tersebut, mesti ada partisipasi dari semua kalangan, terlepas dari kesadaran pengendara adapun yang mesti diperhatikan salah satunya ketersediaan-nya lapangan parkir yang memadai disetiap pertokoan ataupun perkantoran yang ada diwilayah makassar. Selasa (7/ 5/13)

Penulis: Sayid Muh. Faldy